Nama : Riski Aditya
Jurusan : Pendidikan Sejarah Off D 2015
POLITIK ETIS DI INDONESIA PADA MASA KOLONIAL
Pada awal sebelum dilaksanakannya Politk Etis keadaan sosial dan ekonomi di Indonesia begitu buruk dan jauh dari kata sejahtera terutama untuk pendidikan pribumi yang bukan dikalangan bangsawan. Pendidikan bukan menjadi baik justru sebaliknya. Dari bidang ekonomi tanah-tanah rakyat yang luas masih dikuasai pemerintahan Belanda dan penguasa tradisional meyebabkan rakyat hanya penyewa dan pekerja saja. Bidang politk masalah yang berkembang saat ini adalah sentralisasi politik yang kuat sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan dan keuangan antara pemerintah kolonial dan bangsa Indonesia yang berdampak pada tidak sejahteraannya pribumi.
Keadaan ini mendapatkan tanggapan dari golongan sosial demokrat yang didalangi oleh Von Deventer yang kemudian dijuluki bapak pangeran etis yang menginginkan adanya balas budi unntuk bangsa Indonesia. Van Deveter dalam majalah de gres mengkritrik pemerintah kolonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan (hutang kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan bangsa Indonesia terhadap negara Belanda. Untuk lebih jelas tentang Pengaruh Politik Etis terhadap sistem kerja paksa di Indonesia bisa di lihat pada Pembahasan BAB II.
Lahirnya Politik Etis
Pada permulaan abad 20, kebijakan penjajahan Belanda mengalami
perubahan arah yang paling mendasar dalam sejarahnya. Kekuasaannya
memperoleh definisi kewilayaan baru dengan selesainya upaya-upaya
penaklukan. Kebijakan kolonial Belanda untuk mengeksploitasi terhadap
Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama bagi kekuasaan
Belanda, dan di gantikan dengan pertanyaan-pertanyaan keperihatinan atas
kesejateraan bangsa Indonesia. kebijakan ini di namakan Politik Etis.
Masa munculnya kebijakan ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang akan
dapat memahami sejarah Indonesia pada awal abad 20 apabila tidak
mengacu pada kebijakan. Namun Politik Etis hanya menmpilkan banyak
janji-janji dari pada penampilanya, dan fakta-fakta penting tantang
eksploitasi dan penaklukan dalam kenyataan tidak mengalamim perubahan.Politik Etis atau politik balas budi berakar pada masalah kemanusiaan maupun keuntungan ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap pemerintahan bangsa Belanda yang di lontarkan dalam novel Max Havelaar dan sebagai pengungkapan yang lainnya mulai menambahkan hasil. Semakin banyak yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan rakyat Indonesia. selama zaman liberal (1870-1900) kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan terhadap kebijakan penjajahan. Industri Belanda mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang potesial yang standar hidupnya perlu di tingkatkan. Modal Belanda maupun Internasional mancari peluang-peluang baru bagi investasi dan eksploitasi bahan-bahan mentah, khususnya di daerah-daerah luar jawa, terasa adanya kebutuhan tenaga kerja Indonesia dalam perusahaan-perusahaan modern. Oleh kerena itulah, maka kepentingan-kepentingan perusahaan mendukung keterlibatan penjajah yang semakin intensif untuk mencapai ketenteraman, kesejatraan, keadilan dan moderitas. Pihak yang beraliran kemanusiaan membenarkan apa yang dipikirkan kalangan pengusaha itu akan menguntungkan, dan lahirlah Politik Etis.
Pada tahun 1899 C Th. Van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia selama 1880-1897, menerbitkan sebuah artikel yang berjudul Een eereschuld (suatu hutang kehormatan) di dalam majala berkala Belanda de Gids. (Baudet, 1987: 16). Ia menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada Indonesia terhadap semua kekayaan yang telah diperas dari negeri Indonesia. Hutang ini sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia.
Pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina (1890-1948) menumumkan saatu penyelidikan tentang kesejateraan masyarakat yang berada di Jawa, dan demikian politik etis secara resmi di sahkan. Isi pidato raja Belanda yaitu : “ sebagai negeri Kristen, Nederland berkewajiban di kepulauan Hindia Belanda untuk lebih baik mengatur kedudukan legal pendudukan pribumi, memberikan pada dasar yang tegas kepada misi Kristen, serta meresapi keseluruhan tindak laku pemerintahan dengan kesadaran bahwa Nederland mempunyai kewajiban moral untuk memenuhinya terhadap penduduk di daerah itu. Berhubung dengan itu, kesejateraan rakyat Jawa yang merosot memerlukan perhatian khusus. Kami meningkatkan diadakannya penelitian tentang sebab-sebabnya”.(Nasution, 1983:15)
Pada tahun 1902 Alexander W.F. Idenburg menjadi Menteri Urusan Daerah-daerah Jajahan, maka Idenburg mempunyai lebih banyak kesempatan dari pada siapa saja untuk mempraktekan pemikiran-pemikiran politik Etis. Pihak Belanda pun menyebutkan tiga prinsip yang di anggap dasar kebijakan baru tersebut : edukasi, imigrasi, dan irigasi. Untuk melaksanakan proyek tersebut di perlukan adanya dana sehingga Politik Etis dapat berjalan.
Akan tetapi semua usaha akan sia-sia tanpa pendidikan massa. Pendidikan dan emansipasi bangsa Indonesia secara berangsur-angsaur itulah inti Politik Etis. Pendidikan Indonesia harus di arahkan dari ketidakmatangan yang di paksakan agar berdiri di atas kaki sendiri. Mereka harus di berikan lebih banyak tanggung jawab dalam administrasi oleh orang-orang pribumi. Banyak diantara penganut Politik Etis yakni bahwa Indonesia harus berkembang menjadi kebudayaan Barat. Pada tahap pertama golongan aristokrasi yang harus terkena pengaruhnya kebudayaan Barat. Usaha westernisasi penduduk asli kemudian dikenal sebagai asosiasi. Tujuannya ialah menjembatani Timur dan Barat, orang Indonesia dengan orang Belanda. Yang di jajah dengan yang menjajah. Bahwa timbul asimlasi yang bertujuan memberikan tanah jajahan struktur sosial dan politik yang sama dengan negeri Belanda. Sampai saat meninggalnya pada tahun 1915 Deventer adalah salah satu pencetus politik etis yang terkenal, sebagai penasehat pemerintah dan anggota parlemen.
Isi Politik Etis di Indonesia
Fock berpendapat bahwa pendidikan yang lebih baik akan memperkuat
kaum pribumi dalam administrasi, Fock juga menyarankan agar di usahakan
irigasi, pembangunan rel kereta api, pembelian kembali tanah-tanah
partikelir ; untuk membangn kesejateraan rakyat di sarankan untuk
membangun irigasi. Pemberikan kredit untuk pertanian, dan mendorong
industry. Dari laporan-laporan itu terbukti bahwa tidak lagi politik
kolonial liberal yang di anut sepenuhny. Tetapi cenderung untuk
memberikan kesempatan negar untuk ikut campur. Negeri Belanda diharapkan
memberikan sumbangan untuk memajukan keadaan di Indonesia. yang
terutama ialah perkembangan materiil, tampa di perhitungkan apa yang
sesunggunya menjadi keperluan rakyat Indonesia.(Marwati Djoened
Poesponegoro, 1993 : 37)Dalam politik kewajiban moril yang telah di dukung oleh semua golongan, dinyatakan bahwa negeri Belanda harus memperhatikan kepentingan pribumi dan membantu Indonesia dalam masa kesulitan. Politik etis mulia di laksanakan dengan memberikan bantuan sebesar f. 40 juta gulden. Sesuatu pemberian yang telah bertahun-tahun diperjuangakan oleh kaum etis yang semua menuntut pengembalian jutaan yang telah di ambil oleh Nederland. (Simbolon, Parakitri 2007 : 192-193)
Politik Etis mengubah pandangan orang pada politik kolonial yang beranggapan Indonesia tidak lagi sebagai wingewest (daerah yang menguntungkan) menjadi daerah yang perlu dikembangkan sehingga dapat dipenuhi keperluannya, dan di tingkatkan budaya rakyat pribumi. Perhubungan kolonial antara Belanda dan Indonesia perlu di selaraskan dengan perkembangan di luar Indonesia yang menuntut agar kolonial meninggalkan politik eksploitasi yang meterialistik. Kaum etit melancarkan kritik terhadap politik kolonial liberal
yang telah memperjuangkan kebebasan kerja dan kebebasan eksploitasi partikelir. Mereka berpendapat bahwa kebebasan bekerja dan usaha menguntungkan selama 20 sampai 30 tahun tetapi kemudian teryata ada eksploitasi yang lemah oleh yang kuat dan kemakmuran yang kedua menimbulkan penderitaan yang pertama. Perubahan politik kolonial juga di percepat oleh perkembangan ekonomis sekitar tahun 1900. Perkebunan gula dan kopi mengalami kerugian besar karena terserang penyakit, industry perkebunan yang mengalami kemajuan pesat sejak tahun 1970 dan karena perbaikan teknis dapat mengatasi krisis dan wabah penyakit tebu sehingga politik kolonial liberal mencapai hasil yang baik dengan keuntungan-keuntungan yang bejuta-juta gulden. Dalam keadaan itu banyak modal asing ditanam secara besar-besaran. Sehingga tidak dipikirkan rakyat yang di tengah-tengah kemajuan dan perkembangan industri perkebunan. Pada kenyataan kemakmuran rakyat terancam, karena perusahaan-perusaahan pribumi mengalami kemunduran. Disamping itu juga kepentingan materiil dan moral rakyat. Antara lain di bidang irigasi, pendidikan, kerja rodi dan perpajakan. Masalah politik etis harus dimulai dengan politik kesejateraan bagi rakyat kebanyakan, justru adanya kemerosatan kehidupan rakyat yang dinyatakan oleh Dr. Kuyper, sistem eksploitasi harus dig anti dengan sistem perwakilan, kemudian sistem politik juga sering di sebut politik peternalistis, yaitu suatu urusan dari satu pihak ( pihak Belanda) untuk keperluan rakya-rakyat pribumi, sehingga berlaku sebutan politik yang bersemboyan chezvous, pour vous, sans vous.
Kapitalisme kolonialis pada awal abad ke 20 mengalami perkembangan sangat pesat; aliran emas dari Indonesia semakin besar, produksi gula meningkat sekali, menjadi berlipat dua kali antara 1904-1913. Tidak ketinggalan hasil dari bidang yang lain nya juga seperti gula, lada, beras, tembakau, karet, kapuk, timah. Di daerah-daerah luar jawa dengan kekayaan sumber alamnya produksinya naik dari f. 74 juta menjadi f. 305 juta gulden, terutama karena industri dan perkebunan tembakau dan produksi minyak tanah.
Semuanya ini berlangsung dalam suatu lingkungan ekonomi yang sedang berubah dengan cepat, aksi-aksi penaklukan yang di lakukan di daerah luar Jawa telah memperluas wilayah kekuasaan Belanda, dan daerah-daerah tersebut menjadi Fokus yang lebih penting dari pada Jawa dalam masa pembangunan ekonomi baru. Di tangan perusahan-perusahaan swasta dalam produksi komoditi dera tropis meningkat dengan cepat. Dari tahun 1900 sampai 1930 produksi meningkat hampir empat kali lipat dan produksi teh meningkat sebelas kali lipat. Produksi tembakau berkembang pesat pada tahun 1860 an, terutama pada pesisir pantai Sumatra. Tidak hanya itu produksi lada, kopra, timah, kopi dan komoditi-komoditi lainnya semakin meningkat dan di kembangkan sebagian besar di luar pulau Jawa. Ada tiga isi dari Politik Etis :
- Irigasi (Pengairan) dan Infrastruktur:
- Educate (pendidikan):
- Emigrasi (transmigrasi):
penduduk, tujuan Belanda adalah membuka lahan pertanian yang baru, dengan cara memindahkan penduduk dari daerah padat Penduduk ke daerah yang penduduknya jarang, untuk membuka lahan pertanian baru.
Bahasa belanda dimasukan sebagai pelajaran di beberapa Sekolah Kelas Satu dan sejumlah kursus di buka dengan maksud itu, akan tetapi bahasa Belanda tak kunjung menjadi bahasa rakyat. Orang Belanda sendiri tampaknya keberatan untuk memberikan bahasa dan kebudayaan Belanda, sebagian hanya untuk merusak adat istiadat Indonesia, akan tetapi Belanda sangat takut jika orang-orang Indonesia menguasai kebudayan, pengetahuan, teknik, dan organisasi. Dengan itu Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk mengatasi menjamurnya pendidikan pesanteren.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut:
- Irigasi
- Edukasi
1) Gradualisme yang luar biasa dalam menyediakan pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
2) Dualisme dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan yang tajam antara pendidikan Belanda dan pendidikan pribumi.
3) Control sentral yang kuat
4) Keterbatasan tujuan sekolah pribumi, dan peranan sekolah untuk menghasilkan pegawai sebagai factor penting dalam perkembangan pendidikan
5) Prinsip konkordasi yang menyebabkan maka sekolah di Indonesia sama dengan di negeri Belanda.
6) Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis utuk pendidikan anak pribumi.
Pendirian sekolah oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan memecah belah pribumi Islam, sejak kanak-kanak. Dari bangaunan sekolah dan kurikulum antara anak Indonesia dan bangsawan serta prioritas lainya di beda-bedakan. Sekaligus putra putrid bangsawan Muslim dan putra putrid yang Islam, namun mendapatkan proritas sekolah di sekolah Eropa. Dengan dicampurnya di sekolah Eropa, anak bangsawan dan sultan menjadi jauh dari pengauh pembinaan ulama. (Mansur, Ahmad, Suryanegara. 2009 : 229)
- Migrasi
Demi memudahkan penguasaan etnis maka wilayah kota dibagi-bagi dalam berbagai sub area hunian, dapat dilihat di Jakarta antara lain adanya kampung Melayu, kampung Bali, kampung Jawa, dan lain-lainnya. Khusus untuk etnis Ambon mendapatkan area hunian yang terpisah dengan etnis lainya. Pemisahan ini disebabkan oleh orang Ambon banyak yang menjadi Belanda untuk menyebarkan agama Kristen sama halnya etnis Batak dan Manado.(Mansur, Ahmad, Suryanegara. 2009 : 228)
Dampak Politik Etis
Dampak yang di timbulkan oleh Politik Etis tentunya ada yang negatif
dan positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua
program dan tujuan awal dari Politik Etis banyak yang tak terlaksana dan
mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan
sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang
akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari
akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya
Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak
yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :- Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali. (Kartodirjo, Sartono 1990 : 56)
- Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
- Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell.
- Ada perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya, ada sekolah-sekolah rendah Eropa dengan Bahasa pengantar Belanda dan Sekolah rendah pribumi (kristen) dengan bahasa pengantar melayu dan Portugis.
- Pendirian sekolah tidak merata, hal ini disebabkan karena di tempat itulah pusat rempah-rempah. Sekolah kejuruan tidak diselenggarakan sama sekali sebab belum terniat oleh mereka untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi rakyat.
- Juga ada kesedihan bagi rakyat yang menganut agama Kristen Katolik. Hal ini disebabkan karena VOC mengusir paderi-paderi dan gereja-gereja. Oleh karena itu, sekolah-sekolah Katolik ditutup. Pendidikan dan Pengajaran Pada Saat Politik Etis.
:Pendidikan Rendah (lager Onderwijs). Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkat sekolah dasar menggunakan dua sistem pokok, yaitu :
- Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
- Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah. Pendidikan lanjutan / Pendidikan menengah (Midleboar Onderwijs).
- Bagian A, Pengetahuan Kebudayaan.
- Bagian B, Pengetahuan Alam. Sekolah Warga Negara Tinggi (Hooger Burger School atau HBS).
Kekurangan dari pelaksanaan Politik Etis adalah kebijakan ini hanya dibutuhkan bagi orang pribumi (eksklusif). Buktinya adalah pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi. Sementara orang-orang campuran tidak dapat masuk ketempat itu. Bagi mereka yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Padangan pemerintah colonial yang memandang bahwa hanya orang pribumilah yang harus ditolong, di tentang oleh Ernest Douwes dekker. Menurutnya, seharusnya politik etis ditujukan bagi semua pendidik Hindia Belanda (indies) yang didalamnya termasuk orang Eropa yang menetap dan Tionghoa.
Referensi :
Rajvie.2013.Politik Etis di Indonesia Pada Masa Kolonial.(https://rajvie.wordpress.com/2013/06/03/politik-etis-di-indonesia-pada-masa-kolonial/ ) diakses pada 12 November 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar