Nama : Moh.Shofil
Hidayat
Jurusan : Pendidikan Sejarah Off D 2015
SEJARAH SOSIAL POLITIK INDONESIA ABAD 17-19
Sejarah sosial politik Indonesia abad ke
XVII sampai XIX diwarnai dengan adanya masa-masa kolonisasi bangsa-bangsa Eropa yang
bergantian menduduki wilayah Nusantara. Dimulai dengan kedatangan bangsa
Portugis dan Spanyol yang datang hampir bersamaan dari wilayah barat dan timur
Nusantara, kemudian kolonisasi Belanda yang begitu lama terasa menyelimuti
bangsa ini diselingi Inggris yang lebih
singkat.
Pada awalnya kedatangan bangsa-bangsa Eropa
ini ke Nusantara bertujuan untuk berdagang dan mencari rempah-rempah, yang mana
Indonesia menjadi jalur perdagangan dunia serta menjadi surganya rempah-rempah,
yang merupakan komoditas paling dicari bangsa Eropa saat itu. Semenjak jalur
darat yang sebelumnya dijadikan jalur utama perdagangan dirasa tidak lagi aman,
maka mereka bangsa Eropa berbondong-bondong menggunakan jalur laut untuk misi
perdagangan, yang sebelumnya telah didahului oleh para pedagang dari jazirah
Arab dan India. Sebenarnya bukan hanya misi berdagang yang menjadi tujuan
mereka, namun misi untuk berdakwah ajaran agama mereka serta memperluas
kekuasaan melalui penjajahan suatu wilayah di luar wilayah pemerintahannya,juga
ikut mereka bawa dalam misinya. Hal ini menyebabkan wilayah yang sekarang ini
disebut Indonesia yang saat itu masih didominasi oleh kerajaan-kerajaan yang
menyebar di seluruh wilayahnya menjadi tertekan dengan kedatangan bangsa kolonial
ini. Terlebih lagi dengan tidak adanya suatu kerajaan yang
mendominasi kekuasaan pasca runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit.
Kerajaan-kerajaan Islam yang saat itu mulai berdiri dan berkuasa belum cukup
lama, mendapatkan serangan dari kolonial untuk menduduki wilayah dengan paksa
dan memonopoli perdagangan untuk kepentingan bangsa asing bukan untuk
masyarakat pribumi. Bahkan para pedagang Muslim yang pada awalnya berdagang dan
berdakwah dengan damai sehingga secara pelan-pelan turut serta dalam pendirian kerajaan
Islam, diusir pula dari wilayah-wilayah perdagangan, ataupun jika tidak, harus
mematuhi peraturan yang dibuat oleh bangsa kolonial.
Masa kolonisasi
yang dirasa paling mencekam dan membuat bangsa ini sengsara adalah saat bangsa
Belanda menduduki Nusantara. Terlebih lagi pada tahun 1602, Belanda mendirikan
Perusahaan Dagang bernama Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC yang
bertujuan untuk memonopoli perdagangan di kawasan Asia atau Hindia Timur.
Dengan disertai hak-hak istimewa yang dimiliki VOC, maka terasa lengkap sudah
penderitaan rakyat pribumi. Selanjutnya ketika perusahaan milik Belanda ini
bangkrut, bergantilah penguasa di Nusantara yaitu Inggris. Meskipun tidak lama
kedudukannya di Nusantara, tetap saja memberikan dampak sosial politik bagi
bangsa ini.
A.
Masa
Kolonial Portugis dan Spanyol
Seorang tokoh Portugis, Alfonso de Albuquerque adalah orang
pertama yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya kolonisasi berabad-abad
oleh Portugis bersama
bangsa Eropa lain, terutama Inggris
,Spanyol dan Belanda.
Dari Sungai
Tagus armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, melewati Tanjung Harapan Afrika,
mengarungi luasnya Samudera Hindia, hingga menuju Selat Malaka. Dari
sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah,
komoditas yang setara emas kala itu.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke
timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku
Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa,
2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu
motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas
dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja.
Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi
militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India,
Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia.
Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli
1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya
mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan
rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis
yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
1. Periode Kolonisasi Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim
penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk
menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku. Pada tahun 1511 Portugis
mengalahkan Kerajaan Malaka. Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi
dengan Kerajaan
Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Pada hari yang
sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian
Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan
Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis
dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa. Pada
tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco
Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di
Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok.
Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus
menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun
1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony
d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu.
Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat -
seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk
mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau
Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena
Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama
Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon
14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun
1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan
Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate
berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun
(1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke
Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk
menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa
Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen
dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di
Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil
menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin
kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi
penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala
Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC
selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir
pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku
menjadi korban kebrutalan VOC.
Kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun
1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan
Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560
hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol.
(Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS
Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil
mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai
Timor timur (sejak 1515).
2. Periode Kolonisasi Spanyol di Nusantara
Ferdinand Magelhaens adalah
orang Spanyol yang memimpin armada untuk pertama kalinya mengelilingi dunia dan
membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad
oleh Spanyol bersama bangsa
Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena
kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kopi yang berasal dari
Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado
sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan
Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia,
Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina
oleh kopi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa.
Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kopi (kini seputar Pasar 45)
yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan
Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk
masyarakat pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis
dan Belanda.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia dan pada tahun1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina. Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol antara lain dilakukan oleh
rakyat Minahasa yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini
dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam
hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi
nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total
Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara adalah ketika diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi di seputar Laut Sulawesi
secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua
komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang
mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan
ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman
Minahasa.
B.
Masa
Kolonial Belanda dan Inggris
Latar belakang datangnya orang
Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada
tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan
pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang
selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya,
tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang
yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman -kolonisasi- dilakukan oleh
Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curaçao, tujuan
Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan latar belakang
perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda)
berawal.
Selama abad ke 16 perdagangan
rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai
pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp memegang
peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi setelah tahun 1591 Portugis
melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman, Spanyol dan Italia
menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat untuk
mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan tidak
melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak
efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama
lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu.
Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan
perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda.
ketiga faktor tersebutlah yang mendorong Belanda memasuki perdagangan
rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen
van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan "jalur rahasia" pelayaran
Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan kontak
pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada
utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang
Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai
utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada
kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di
Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan
separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke
Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.
1. Periode Kolonisasi Belanda di Nusantara
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde
Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu,
terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis,
Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan
hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten
Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka
biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah
Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan
dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan,
bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya
satu negara.
Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya juga
didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan
rempah-rempah (Maluku),
yang termasuk Kepulauan
Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli.
Metode yang digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan
terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.
Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya
di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh
izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat
menjadi Gubernur
Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis
administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611)
dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).
·
Hak monopoli
untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan
sendiri;
·
Hak kedaulatan
(soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar
Negeri Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
Pada 1652, Jan van
Riebeeck mendirikan pos di Tanjung Harapan (ujung selatan Afrika, sekarang ini Afrika Selatan)
untuk menyediakan kapal VOC untuk perjalanan mereka ke Asia Timur. Pos ini
kemudian menjadi koloni sungguhan ketika lebih banyak lagi orang Belanda dan
Eropa lainnya mulai tinggal di sini. Pos VOC juga didirikan di Persia (sekarang Iran), Benggala (sekarang Bangladesh) dan sebagian India), Ceylon (sekarang Sri Lanka), Malaka (sekarang Malaysia), Siam (sekarang Thailand), Cina daratan (Kanton), Formosa (sekarang Taiwan) dan selatan India. Pada 1662, Koxinga mengusir Belanda dari Taiwan.
Pada 1669, VOC merupakan
perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150
perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi
dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.
Perusahaan ini hampir selalu terjadi konflik dengan Inggris; hubungan
keduanya memburuk ketika terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623. Pada abad ke-18, kepemilikannya
memusatkan di Hindia Timur. Setelah peperangan keempat antara Provinsi
Bersatu dan Inggris (1780-1784), VOC mendapatkan kesulitan finansial, dan pada 17 Maret 1798, perusahaan ini dibubarkan,
setelah Belanda diinvasi oleh tentara Napoleon
Bonaparte dari Perancis.
Hindia Timur diserahkan kepada Kerajaan Belanda oleh Kongres Wina di 1815.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan
rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan
ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan
terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk
tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris,
pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian
mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak
yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan
bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Pada pertengahan abad ke-18 VOC
mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan. Alasannya
adalah sebagai berikut:
·
Banyak pegawai
VOC yang curang dan korupsi
·
Banyak
pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa
·
Banyaknya gaji
yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
·
Pembayaran
Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan
VOC kekurangan
·
Perubahan
politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan
liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas VOC
dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan
yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah
kekuasaan di Indonesia.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di
bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda
mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang
Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang
dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda
mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil
perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara.
Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang
Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli
pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda
mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek),
yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan
politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah
Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang
Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat
ini.
2. Periode Kolonisasi Inggris di Nusantara
Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia
pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia
lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang
kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal
Hindia Belanda) kepada Inggris.
Namun sebelum perjanjian Tuntang
ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian
terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada
tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui
kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi
untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai
di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan
perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana
Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada
tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu,
Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan
menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah
terjadi tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan
mengarahkan perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti
Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan.
Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya
memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 –
1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia.
Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris.
Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di
Indonesia. Beberapa kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:
·
Jenis penyerahan wajib pajak dan
rodi harus dihapuskan;
·
Rakyat diberi kebebasan untuk
menentukan tanaman yang ditanam;
·
Tanah merupakan milik pemerintah
dan petani dianggap sebagai penggarap tanah tersebut;
·
Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah.
Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus
membayar pajak kepada pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut
disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara
lain:
1.
Petani harus menyewa tanah meskipun
dia adalah pemilik tanah tersebut;
2.
Harga sewa tanah tergantung
kepada kondisi tanah;
3.
Pembayaran sewa tanah dilakukan
dengan uang tunai;
4.
Bagi yang tidak memiliki tanah
dikenakan pajak kepala.
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau
jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan
daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah
sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan
keuntungan yang besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan,
kekuasaan Bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan karena
trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan.
Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak
tahun 1816 kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813,
terjadi prang Lipzig antar Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh
Inggris dan kekaisaran Napoleon di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan
Prancis itu membawa dampak pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan
berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga
terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda. Perundingan
itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya
antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai
Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah
Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin.
Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun
1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali
berkuasa di Indonesia.Referensi :
Lucki.2014.Sejarah Sosial Politik Indonesia Abad 17-19.(http://luckimaheswara.blogspot.co.id/2012/07/sejarah-sosial-politik-indonesia-abad.html) diakses pada 12 November 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar